Beragam bentuk lampu hias dengan berbagai bentuk menggantung indah pada langit-langit hotel-Hotel berbintang di Makasar. Selain itu sebagai penghias ruangan yaitu interior café, restoran dan rumah. Kesan yang timbul dari kerajinan tersebut bernilai seni tinggi. Namun siapa sangka bahan yang digunakan berasal dari sampah-sampah yang sudah tidak bernilai.
Adalah Andi Baso Achmad Palingrungi yang mampu mendaur ulang sampah berbahan dasar karung goni, benang dari jaring-jaring nelayan yang sudah tidak terpakai, botol-botol bekas, akar-akar kayu, bamboo serta bahan daur ulang lainnya yang ramah lingkungan menghasilkan nilai ekonomi tinggi.
Usaha yang dilakoni pria asal Makasar ini tidak dilakukan sendiri. Bersama delapan karyawan yang telah dilatihnya, ia menciptakan kerajinan tangan tersebut. Tidak hanya itu, Andi Baso juga melakukan pelatihan-pelatihan daur ulang sampah ini bagi penyandang cacat (disabilitas), penyandang kusta, masyarakat pemulung, pengemis dan para lapas.
“Berawal saya tinggal di kawasan kumuh dan tidak ada orang yang peduli masalah sampah untuk diberdayakan. Jadi saya berinisiatif memberi mereka ilmu bagaimana memanfaatkan barang bekas bisa bermanfaat kembali,” ungkap Andi Baso
Peraih penghargaan Juara 1 kategori Mitra Unggulan Pemberdayaan Masyarakat di ajang Pertamina Award 2015 ini memulai pelatihan tersebut sejak 2010 dan hingga kini sudah ada ribuan anak didik yang telah dilatihnya untuk mandiri.
“Banyak masyarakat yang memandang sebelah mata para penyandang disabilitas dan penderita kusta. Hati nurani saya tergerak untuk memperhatikan mereka. Jika tidak ada yang memperhatikan siapa lagi yang mau memperhatikan,” kisahnya.
Dirinya mengakui, memang bukan hal yang mudah bisa mengajak masyarakat di sekitar tempat tinggalnya untuk mendaur ulang sampah, karena orang-orang cenderung berpikiran sampah itu kotor. Akhirnya Andi Baso sangat bersyukur bisa mengubah paradigma tersebut dengan membuat barang yang tidak berharga tersebut hingga bisa diterima oleh kalangan menengah atas menjadi karya tangan yang bernilai.
“Saya mengajak msyarakat bagaimana mencintai lingkungan agar tetap terjaga kebersihannya. Setelah saya perlihatkan bagaimana membuat limbah sampah hingga bisa menghasilkan uang, maka barulah mereka tergerak untuk mau berkreasi,” lanjutnya.
Sebanyak 90 jenis kerajinan mampu dihasilkannya dengan harga berkisar dari Rp 10 ribu hingga Rp 10 juta. Lampu-lampu dari hasil daur ulang tersebut mampu menembus pasar hingga Malaysia. Dirinya kerap mengikuti pameran UKM sehingga orderan pun terus berdatangan. Bagi Andi Baso, yang terpenting adalah menjaga kualitas agar tidak kalah bersaing dengan produk impor.•IRLI