KARAWANG- Kabupaten Karawang merupakan salah satu lumbung padi yang menyimpan potensi kebutuhan pangan. Dikenal sebagai penghasil beras, dengan produksi gabah kering pungut pada tahun 2011 sebesar 1.435 ton. Produksi yang sangat tinggi tersebut, ternyata memberikan limbah sampingan, yakni jerami sisa hasil panen.
Bagi warga Desa Sukamulya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang, jerami sisa hasil panen menjadi bahan awal bagi kegiatan budidaya jamur merang. Masyarakat setempat yang sebagian besar petani, membentuk Gabungan Kelompok Tani atau Gapoktan Sentosa, untuk membudidayakan jamur merang.
Budidaya jamur sudah dimulai sejak tahun 2007, dengan difasiltiasi lembaga asing. Karena tidak ada pendampingan berkala dan kegiatan dilakukan sendiri-sendiri, membuat hasil usaha tersebut jauh dari yang diharapkan. “Panen tidak maksimal bahkan kami rugi, karena proses budidaya jamur tidak dipantau dengan standar yang sama,”papar Sudin, pengurus Gapoktan Sentosa.
Usaha sampingan yang diharapkan bisa menyokong ekonomi keluarga tersebut kembali ditekuni dengan serius. “Aktivitas kami semakin terorganisir setelah dibina PT Pertamina EP Asset 3, Field Subang,”jelas Sudin. Kini 14 kumbung atau rumah jamur milik anggota kelompok, berdiri dalam satu lokasi.
Puluhan warga terlibat dalam kegiatan ini. Mulai dari pengolahan jerami sebagai media untuk hidup jamur merang, penebaran benih, penguapan, panen, pembuatan kompos dari limbah media jamur, hingga membuat makanan olahan dari jamur. “Kegiatan disini terintegrasi. Tidak hanya melibatkan anggota kelompok, tetapi juga masyarakat yang ingin menjadi buruh disini,”jelas Sudin yang memiliki lebih dari 5 buruh lepas.
CSR Staf Pertamina EP Asset 3 Field Subang, Fikri Hardian mengatakan, bantuan pembinaan dari perseroan sudah diberikan sejak 2010. “Awalnya, Pertamina membina pembudi daya jamur di daerah Subang, yang selanjutnya ilmunya dibagi kepada petani di Karawang,”jelas Fikri.
Pertamina membantu mengorganisasi kumbung jamur secara berkoloni di dalam satu kawasan. Perusahaan juga memberikan pelatihan dengan menggandeng berbagai pihak, untuk mengajarkan keterampilan mengolah makanan dari jamur merang serta memanfaatkan limbah organik.
Proses pembuatan media tanam jamur, hingga panen memerlukan waktu 40 hari. “Panennya bisa beberapa kali. Namun setelah 40 hari, media harus diganti dengan yang baru,”kata Sudin. Sekali panen, masing-masing anggota bisa menghasilkan lebih dari 1 kuintal jamur merang. Pendapatan yang diperoleh pun cukup lumayan.
Jamur merang kualitas super biasa dijual seharga Rp 23 ribu per kg kepada pengumpul. Jamur ‘KW’ (kualitas nomor 2) biasanya dimanfaatkan anggota kelompok lain, khususnya ibu dan remaja putri untuk membuat mi ayam jamur dan roti isi jamur.
Usai panen, jerami bekas media tumbuh jamur yang tak lagi produktif, dimanfaatkan masyarakat untuk pembibitan cabai dan terong. Jerami dicampur dengan kotoran kambing, kemudian dimasukkan dalam beberapa kantong. Bisnis kompos sebagai media tanam ini pun melahirkan kelompok baru, yang tergabung dalam kelompok pengajian Al-Ikhlas. “Daripada diem di rumah, mendingan ada kegiatan seperti ini,” kata Saripah.
Kegiatan pemberdayaan masyarakat yang diinisiasi oleh PT Pertamina EP Asset 3 Subang Field ini, terpilih menjadi salah satu nominator pada ajang The 5th Ethical Corporation’s Annual Responsible Business Award untuk kategori The Most Effective Domestic Community Investment.
Menurut Fikri, penghargaan ini adalah event internasional tahunan yang dilaksanakan oleh Ethical Corporation (EC). Lembaga internasional yang berfokus pada implementasi bisnis global yang etis dan bagaimana perusahaan besar dunia menanggapi agenda bisnis yang berkelanjutan. “Kami memandang program pengembangan masyarakat sebagai suatu bentuk investasi bukan cost. Karena itu program CSR kami merupakan bagian yang terintegrasi dengan kegiatan bisnis utama perusahaan, dengan didasarkan pada studi pemetaan sosial masyarakat,” ujar Fikri.
Sebagai suatu keunggulan kompetitif, program-program CSR yang dijalankan Subang Field terbukti telah berhasil menurunkan rasio hambatan operasional dari aspek sosial sebagai wujud keuntungan sosial atas investasi (social return on investment).•DSU