Boyolali - Durian Monthong selalu identik dengan negeri Gajah Putih Thailand. Ya, setiap nama Durian Monthong disebut maka di kepala kita langsung muncul Thailand. Durian Monthong dan Thailand bak dua sisi mata uang yang tak terpisahkan.
Tapi jangan kaget, bukan hal mustahil bila suatu saat Durian Monthong juga akan lekat dengan Boyolali, salah satu kabupaten di Jawa Tengah. Ini sangat mungkin terjadi karena saat ini Kabupaten Boyolali, yang selama ini dikenal sebagai daerah penghasil sapi serta susu segar, juga mengembangkan perkebunan Durian Monthong.
Pengembangan durian varietas legendaris dari Thailand ini dilakukan oleh para petani yang tinggal di wilayah bawah lereng Gunung Merapi dan Merbabu, tepatnya di Desa Karanganyar, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali. Petani daerah setempat mulai merintisnya sejak tahun 2011 dengan menggarap lahan seluas 20 hektare yang merupakan tanah milik kas daerah sekitar tujuh hektare dan sisanya milik petani. Dari luasan lahan tersebut, terdapat sekitar 2.800 pohon durian dengan jarak penanaman 8x8 meter yang dijamin mendapatkan pengairan dari waduk mini yang dikhususkan untuk penyiraman pohon.
Durian Monthong Pembawa Harapan
Pardi (40), petani yang tinggal di Dukuh Karanganyar, Desa Karanganyar Kecamatan Musuk mengaku selama ini hanya mengandalkan produksi palawija di lahan tadah hujannya. Pada saat musim penghujan dan tanah masih gembur, tanaman palawija andalannya biasanya jagung, kacang tanah, dan kacang panjang.
"Tapi kalau kemarau, nganggur tanah tidak bisa ditanami apa pun karena tanahnya keras," kata ayah dua anak ini. Pardi mengaku dari luas lahan yang dimiliki sekitar 2.000 meter yang ditanami palawija tersebut, jika dirata-rata penghasilan bulanan yang diperoleh sekitar Rp 200 ribu saja.
Di dukuh tetangga Pardi tinggal, Dukuh Setro di desa yang sama, Suryanto (38), juga mengakui hal yang sama, dari 1.000 meter persegi lahan yang dimilikinya hanya menghasilkan pada saat musim hujan dan saat tanah masih dapat digarap. Sementara pada saat kemarau, sebagian besar tanah garapan miliknya juga petani yang lain tidak ditanami apa pun. Tanaman yang dapat bertahan dengan baik adalah tanaman keras seperti sengon serta tanaman ketela pohon.
Wilayah Desa Karanganyar yang berada di lereng gunung, menjadikan warganya senantiasa mengalami kesulitan pasokan air saat musim kemarau. Untuk membuat sumur bor sebagai sumber pengairan, dengan kedalaman kedalaman 50 meter hingga 100 meter, dibutuhkan biaya yang sangat besar, sekitar Rp125 juta sampai Rp150 juta. Jumlah yang sangat sulit untuk dipenuhi oleh petani seperti Pardi dan Suryanto yang penghasilan bulanannya hanya Rp200 ribu perbulan. Untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari, bukan untuk pengairan tanaman, warga terpaksa membeli air bersih seharga Rp 90 ribu pertangki (sekitar 5 ribu liter).
Tidak adanya kegiatan pada musim kemarau, menjadikan sejumlah petani lebih memilih menjadi buruh bangunan di luar daerah untuk menyambung hidup. Petani baru kembali ke desanya dan menggarap sawah ketika musim hujan menyapa Desa Karanganyar.
Kondisi yang selalu dialami berulang setiap tahunnya oleh petani di Desa Karanganyar kemudian berubah setelah PT Pertamina (Persero) memberikan bantuan melalui program Corporate SocialResponsibility (CSR) untuk program sentra pemberdayaan tani (SPT) pengembangan buah Durian Monthong. Melalui CSR, PT Pertamina (Persero) memperkenalkan petani dengan Durian Monthong.
Pertanyaannya kenapa pilihannya mengembangkan Durian Monthong? Menurut Wakil Pimpinan SPT Desa Karanganyar Nanang Dwi Hartanto sebelum ada program CSR PT Pertamina, di Boyolali dan Desa Karanganyar sudah ada warga yang memiliki pohon durian lokal. Tanah di Desa Karanganyar, lanjut Nanang, memang cocok untuk pengembangan Durian Monthong. Masa hidup pohon Durian Monthong yang lebih lama serta harga jualnya juga menjadi pertimbangan.
Mulai tahap pengarapan lahan pertanian, peralatan, bibit, pupuk, petani tidak mengeluarkan biaya sepeser pun. Para petani juga mendapatkan pelatihan cara menanam hingga cara perawatan pohon durian dari Yayasan Obor Tani, sebagai mitra PT Pertamina, dengan harapan setelah masa pendampingan selesai seluruh tanaman diserahkan kepada para petani dan para petani dapat mandiri.
Untuk pengembangan Durian Monthong di Desa Karanganyar, PT Pertamina mengucurkan dana CSR sebesar Rp1,1 miliar yang diperuntukan untuk pembangunan fisik dan pemberdayaan petani selama 3,5 tahun. Untuk memenuhi kecukupan air untuk pohon durian tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memberi bantuan untuk pembuatan waduk mini seluas 9.500 meter persegi kapasitas 10 ribu meter kubik, senilai Rp360 juta. Waduk mini tersebut menerapkan sistem menabung air saat hujan dan memanfaatkan air tampungan untuk menyirami tanam saat kemarau.
Menanti Panen Durian Monthong
Pardi sebagai salah satu petani penerima manfaat CSR PT Pertamina, mengaku 2.000 meter persegi lahannya yang dulunya untuk palawija kini ditanami 33 pohon durian. Begitu juga dengan Suryanto yang memiliki lahan 1.000 meter persegi, ditanami 15 pohon durian. "Kami sangat bersyukur dengan bantuan dari PT Pertamina dan Pemprov Jateng serta pendampingan yang dilakukan Yayasan Obor Tani, karena kami banyak mendapat pendidikan cara mengolah tanah, bercocok tanam, cara menggarap, dan cara merawat pohon durian," kata Pardi dengan bangga.
Dua tahun berselang, saat ini pohon durian milik petani Desa Karanganyar sebagian sudah berbunga dan pentil. "Jika pohon durian sudah pentil, ada harapan 80 persen dipastikan berhasil menjadi buah. Berbeda dengan bunga, persentase keberhasilannya masih tipis karena bisa rontok karena faktor cuaca seperti siang panas dan malam hari hujan," kata Pimpinan SPT Desa Karanganyar Bambang Maryoto.
Pardi optimis dengan ada program CSR Pertamina akan dapat meningkatkan kesejahteraannya. Dan yang pasti, kini Pardi dan Suryanto serta para petani pengembang Durian Monthong di Desa Karanganyar tak perlu lagi menjadi buruh bangunan ketika musim kemarau tiba. Mereka bisa tetap menanam palawija di sela pohon durian sembari merawat pohon-pohon duriannya.