KARAWANG - Dusun Cisoma, Desa Tambaksari, Kabupaten Karwang, merupakan desa yang menyimpan potensi besar sebagai penghasil bandeng serta udang. Akan tetapi, prospek cerah di bisnis perikanan ini hanya dikuasai oleh pemilik modal yang kuat, sedangkan masyarakat lokal belum memaksimalkan potensi tersebut.
Desa Tirtajaya, yang berada di wilayah sekitar daerah operasi ring satu PT Pertamina EP (PEP) Tambun Field, merupakan desa yang mayoritas penduduknya masih berada di bawah garis kemiskinan. Pendapatan mereka berasal dari hasil buruh tani, tambak, berdagang, dan jasa pengupasan udang, dengan penghasilan tidak pasti. Kebanyakan masyarakat tidak memiliki keterampilan berusaha, modal yang terbatas dan pendidikan yang rendah.
Dengan adanya kesenjangan ini, PEP Tambun Field tergerak untuk mengembangkan perekonomian masyarakat lokal, terutama masyarakat yang tinggal berdekatan dengan wilayah operasi perusahaan.
Pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan oleh PT Pertamina EP Tambun Field diterapkan secara berkelanjutan. Tahap awal ialah pembangunan infrastruktur dan pengetahuan sumber daya manusia melalui pelatihan serta pembentukan kelompok usaha olahan makanan pada tahun 2011.
Kegiatan ini diharapkan dapat menggerakkan mereka untuk meningkatkan kapabilitas masyarakat, dengan melakukan pelatihan pembuatan makanan olahan berbahan baku ikan bandeng, untuk meningkatkan perekonomian keluarga.
Kini setelah empat tahun berjalan, telah terbentuk beberapa kelompok home industry makanan olahan bandeng. Salah satunya Kelompok C73, yang memproduksi bandeng presto, sate bandeng, kaki naga bandeng, nugget bandeng serta baso bandeng. Sekali produksi, kelompok beranggotakan empat orang yaknu Uryani, Sarwitem, Sarmi dan Rusminah tersebut mengolah 10 kg bandeng mentah.
“Biaya produksi 10kg sekitar Rp 250 ribu, kalau sudah jadi dalam beberapa jenis produk bisa terjual sekitar Rp 550 ribu,” jelas Uryani. Biasanya 10 kg bandeng olahan tersebut laku terjual tak sampai satu minggu. “Kadang baru bikin, langsung habis dipesan untuk restoran atau oleh-oleh, tak hanya di sekitar Karawang tetapi juga sampai ke Bandung, Jakarta dan Bekasi,”kata Uryani.
Sementara itu, kelompok lain yang juga telah berkembang usahanya yakni kelompok Mama’s. Kelompok yang diketuai Iyah tersebut, spesifik memproduksi produk makanan olahan dari bandeng dan udang, menjadi lebih dari 10 varian. Di antaranya ekado, ebi furai (udang tepung), nugget, siomay, kaki naga, baso, sosis ikan, bola ikan, donat ikan, keripik kulit ikan, dll. Per kemasan produk dijual Rp 10 ribu rupiah. “Sekali produksi bisa sampai 30 kg bandeng, karena setiap minggu ada pedagang yang ambil untuk dijual lagi,” jelas Iyah.
Perempuan berusia 50 tahun itu, mengaku perkembangan usahanya kini kian maju, dengan kreativitas varian produk makanan olahan. “Dulu diajarkannya cuma 5 varian, tetapi seiring waktu berjalan saya coba kreasikan dengan bentuk yang lain, sesuai keinginan pasar,” jelasnya.
Public & Governance Relations Staff PEP Field Tambun, Arsy Rakhmanissazly menjelaskan melalui pemantauan secara periodik dalam mendorong kemandirian warga, telah meningkatkan produktifitas dan kualitas serta kemampuan entepreneurship dan inovasi produk yang dihasilkan kelompok tersebut. “Ke depannya, kami akan membentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB) sebagai sentra olahan ikan bandeng, serta menyusun strategi lanjutan yakni melalui pembentukan koperasi untuk memenuhi kebutuhan kelompok hingga terbentuknya kemandirian masyarakat,” jelasnya.
Prospek bisnis makanan olahan bandeng telah mengembangkan potensi kelompok ibu-ibu yang sebelumnya non-produktif, sekarang telah mampu memiliki penghasilan sendiri untuk menyokong kebutuhan keluarga.•DSU