JAKARTA - Direktorat Management Asset PT Pertamina (Persero) mengadakan Focus Group Discussion tentang optimalisasi lahan Pertamina melalui skema Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan (HPL), pada Kamis (2/5/2019), di Hotel Aryaduta, Jakarta.
Hadir dalam acara tersebut, Komisaris Utama Pertamina Tanri Abeng, Direktur Manajemen Aset Pertamina M. Haryo Yunianto, Direktur Jenderal Pengadaan Tanah Kementerian ATR/ BPN Arie Yuriwin, Deputi Bidang Usaha Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN Hambra, Direktur Pengawasan Badan Usaha Energi & Pertambangan BPKP Ayi Riyanto, serta perwakilan dari Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara. Selain itu FGD juga dihadiri oleh para praktisi, antara lain Ketua Konsultan Hukum Pertanahan Nurwidyatmo, Direktur Utama Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno Winarto, Konsultan Penanganan Masalah Pertanahan Bambang TS Binantoro, serta Tenaga Ahli Pertanahan Badan Pengelola Aset Daerah DKI Artiya.
Dalam Focus Group Discussion tersebut, disampaikan bahwa Pertamina memiliki beberapa lahan, berstatus HGB, yang pemanfaatannya masih belum optimal. Dari hasil kajian high best used yang dilakukan, diperoleh konsep pengembangan lahan-lahan tersebut yang dapat menghasilkan nilai tambah paling optimal untuk Pertamina. Namun, dalam pelaksanaan konsep pengembangan tersebut, terdapat batasan-batasan antara lain keterbatasan ekuitas Pertamina, investor lebih berminat pada pengembangan yang bersifat non-recurring dan rekomendasi Panja DPR RI untuk menghentikan proses pelepasan Aset BUMN.
Sebagai salah satu alternatif solusi batasan-batasa tersebut, dalam FGD dibahas strategi pengembangan lahan dengan skema HGB di atas HPL, ditinjau dari aspek akutansi, bisnis dan legalnya.
"Pertamina saat ini sedang melakukan pembenahan asset. Melakukan pemantauan kembali aset yang belum optimal pemanfaatannya dan berusaha untuk mengoptimalkannya. Salah satunya dengan mengubah HGB yang dimiliki menjadi HPL, dan mengkerjasamakan upaya pengembangan lahan dengan skema HGB di atas HPL,” tegas Haryo.
Sementara itu, Tanri Abeng menambahkan bahwa begitu banyak aset milik Pertamina perlu dioptimalkan, sehingga perlu dibahas pola kerja sama pengembangannya, agar jelas aspek optimalisasi secara komersial dan legal,” tegasnya.
Pada FGD kali ini Rini Widyastuti, Plt. Asisten Deputi Layanan Hukum BUMN menyebutkan bahwa perubahan HGB menjadi HPL bukan merupakan pelepasan aset, akan tetapi konversi. Contoh BUMN yang sudah menerapkan hal ini adalah PT KAI dimana saat ini HPL-nya telah terbit.
Arie Yuriwin selaku Direktur Jenderal Pengadaan Tanah Kementerian ATR/BPN menambahkan bahwa konversi HGB menjadi HPL tersebut tidak memerlukan penghapusan aset karena tidak terjadi perubahan subyek kepemilikan aset tersebut.
Hambra sebagai perwakilan dari Kementerian BUMN mendukung upaya Pertamina dalam melakukan pembenahan aset, salah satunya melalui skema HGB di atas HPL, dengan melakukan kajian keekonomian yang baik agar Pertamina bisa mendapatkan hasil yang optimal.
Diharapkan dengan adanya konversi HGB menjadi HPL pada beberapa lahan Pertamina akan dapat meningkatkan optimalisasi lahan tersebut.*HS