JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), memprediksikan pada tahun 2025 mendatang permintaan energi nasional akan semakin meningkat. Sektor transportasi masih mendominasi permintaan dengan proporsi sebesar 35%.
Demi menopang kebutuhan tersebut, pemerintah melakukan berbagai upaya, seperti peningkatan ketahanan pasokan, promosi investasi, capacity building, dan transfer teknologi. Upaya lain yang juga kini tengah digalakan adalah membangun ketahanan energi nasional melalui kerja sama internasional, baik dengan negara lain maupun dengan lembaga internasional.
Disebutkan Ketua Program Studi Hubungan Internasional Universitas Pertamina (UP), Dr. Indra Kusumawardhana, M Hub. Int, kerja sama energi antar negara tersebut tidak hanya akan berpotensi diimplementasikan di level negara (G to G), tetapi juga di level antar bisnis (B to B).
“Sejalan dengan tujuan PT Pertamina (Persero) untuk melakukan ekspansi pasar internasional, tim peneliti UP memberikan kajian rekomendasi untuk menjalin kerja sama B to B dengan delapan negara potensial yakni Filipina, Bangladesh, Vietnam, Arab Saudi, Turki, Azerbaijan, Iran, dan Nigeria,” ungkap Indra dalam wawancara daring, pada Jumat 13 Agustus 2021.
Kerja sama energi B to B sebagaimana direkomendasikan, akan menjadi bidang kerja sama yang strategis dan penting terutama dalam pembangunan dan pengembangan sumber daya migas untuk ketahanan energi di masing-masing negara. “Kerja sama ini juga merepresentasikan kepentingan nasional Indonesia,” lanjut Indra.
Vice President Investor Relations PT Pertamina (Persero), Juferson Mangempis, mengapresiasi rekomendasi kajian yang diberikan oleh Indra dan tim. “Rekomendasi ini dapat menjadi informasi awal bagi Pertamina Group untuk melakukan ekspansi bisnis mancanegara, khususnya di delapan negara potensial yang direkomendasikan. Kerja sama ini juga akan mengakselerasi program BUMN Go Global, sekaligus mendukung aspirasi Pertamina untuk menjadi perusahaan dengan Enterprise Value mencapai USD 100 Milliar pada beberapa tahun mendatang,” ujar Juferson.
Kajian rekomendasi disusun oleh tim melalui kelembagaan Center for ASEAN Research on Energy (CARE) Universitas Pertamina. Pusat studi ini memfokuskan pada kajian potensi kerja sama energi baik antar sesama negara anggota ASEAN maupun antara ASEAN dengan negara atau organisasi regional dan internasional lain.
“Melalui pendirian CARE, kami berharap dapat melahirkan publikasi akademik terkait isu energi di kawasan, baik dalam bentuk jurnal, buku, maupun literatur lainnya. CARE juga akan memberikan konsultasi, menyediakan forum diskusi, serta menghadirkan seminar dan pelatihan bagi sivitas akademik UP dan masyarakat umum,” tutur Indra.
Dua alumni dari Program Studi Hubungan Internasional Universitas Pertamina turut dilibatkan dalam penyusunan rekomendasi. Ariscynatha Putra Ingpraja, salah satu alumni, mengungkapkan antusiasmenya mengikuti proyek penelitian. “Melalui pembelajaran di kelas, praktikum di laboratorium, dan keterlibatan dalam proyek penelitian, saya jadi merasa lebih siap untuk bersaing di bursa kerja. Karena fleksibilitas dan adaptabilitas telah saya dapatkan melalui project based learning semacam ini,” tutup Aris.*UP