JAKARTA, PT Pertamina (Persero) dan Timor Gas E Petroleo, National Oil Company di Democratic Republic of Timor Leste, menandatangani nota kesepahaman untuk pengembangan bisnis bersama di sektor minyak dan gas bumi di Timor Leste.
Nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) ditandatangani oleh Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan dan President & CEO Timor Gas E Petroleo Francisco da Costa Monteiro di Jakarta hari ini.
Lingkup rencana kerjasama antar kedua belah pihak akan mencakup keseluruhan sektor bisnis minyak dan gas bumi, baik hulu, gas, pengolahan, pemasaran maupun untuk pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Rencana kerjasama untuk sektor hulu dan pengolahan akan bersifat jangka panjang.
Adapun, untuk sektor pemasaran persiapan rencana kerjasama akan dituntaskan dalam waktu dekat. Beberapa hal yang segera ditindaklanjuti dalam kerjasama tersebut meliputi pembangunan SPBU, pasokan BBM untuk Timor Leste, dan peluang kerjasama di sektor hilir lainnya.
Setelah penandatanganan MoU rencananya akan dilaksanakan studi bersama antara Pertamina dan Timor GAP dalam bentuk working group terkait rencana kerjasama bisnis yang akan dilakukan. Pertamina dan Timor GAP akan segera membentuk suatu badan kerjasama bisnis yang akan menjadi model contoh overseas business Pertamina.
"Pertamina saat ini merupakan market leader di Timor Leste, terutama untuk bisnis hilir seperti BBM retail dan industri, avtur, LPG, dan pelumas. Untuk itu, kami sangat berkeinginan untuk mempererat kerjasama antara Pertamina dan Timor GAP, yang dengan itu akan semakin memperkokoh keberadaan Pertamina di Timor Leste," kata Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan. "Bisnis Pertamina di Timor Leste akan dijadikan sebagai sebuah model contoh overseas business Pertamina."
Upaya Pertamina menggandeng Timor GAP dalam bisnis minyak dan gas bumi di Timor Leste, merupakan bentuk kepatuhan perusahaan terhadap regulasi setempat, di mana Negara tersebut telah menerapkan UU Downstream Democratic Republic of Timor Leste (RDTL) Decree Law No. 1/2012 pada tanggal 1 Februari 2012.
Melalui UU tersebut, pada article 9 diatur bahwa pelaku bisnis yang melaksanakan kegiatan usaha migas harus merupakan perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum RDTL. Selain itu, regulasi tersebut menetapkan kewajiban adanya participating interest oleh perusahaan lokal minimal 5%.