JAKARTA – PT Pertamina (Persero) menyiapkan sejumlah strategi di sektor hilir migas untuk menjaga ketahanan energi dalam negeri. Beberapa di antaranya, melakukan pembangunan kilang-kilang baru, pemerataan satu harga, juga kerja sama dengan berbagai pihak untuk investasi proyek-proyek infrastruktur.
Hal itu disampaikan Direktur Marketing Pertamina M. Iskandar dalam diskusi panel sesi pertama Pertamina Energy Forum 2016 yang mengusung tema “Energy Environment, Policy, and Governance: The Current Dynamics” di Hotel Ritz Carlton Pacific Place, 14 Desember 2016.
“Di tengah melemahnya harga minyak dunia, sektor hilir Pertamina mendapatkan peluang besar untuk mengembangkan bisnisnya. Beberapa terobosan dalam menyikapi perubahan perilaku pasar yang sangat dinamis, Pertamina melakukan beragai terobosan program Marketing Operation Excellence (MorE), diantaranya diwujudkan dengan meluncurkan berbagai produk alternatif yang memberikan pilihan bagi konsumen, seperti Pertalite, Pertamax Turbo dan produk Bright Gas 5,5 Kg, perbaikan layanan, dan lain-lain,” katanya.
Selain itu, Pertamina juga membuat berbagai kreasi dan inovasi, serta mendorong pendistribusian BBM satu harga ke wilayah Indonesia Timur dan daerah perbatasan.
“Hal ini sejalan dengan visi dan misi pemerintah agar masyarakat dapat mendapatkan harga yang fair, dan juga dapat memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih tinggi,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Rahmad Hardadi mengungkapkan keterbatasan infrastruktur kilang menjadi tantangan tersendiri bagi Pertamina untuk menunjang ketahanan energi nasional.
“Untuk itu diperlukan sebuah penguatan infrastruktur energi dan dukungan fungsi BUMN yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan energi dan mewujudkan ketahanan energi nasional,” kata Rahmad.
Saat ini, lanjutnya, Pertamina sedang dalam tahap pembangunan kilang di beberapa lokasi agar target produksi lebih dari 2 juta barel minyak per hari pada 2023 dapat tercapai. Ada empat strategi pengembangan infrastruktur kilang yang dilakukan, yakni optimasi infrastruktur yang ada, Refinery Development Master Plant (RDMP), New Grass Roots Refinery (NGRR) atau pembangunan kilang baru, serta merevitalisasi kilang yang sudah ada (existing refinery upgrades).
“Kami optimistis pada akhir 2023 nanti, seluruh pembangunan kilang Pertamina akan selesai. Ini menjadi dua tahun lebih cepat dari yang ditargetkan pemerintah. Nantinya, kilang Pertamina akan jadi yang ter-modern di Asia Tenggara,” ujarnya.
Kepala Pemantauan Cadangan dan Pengelolaan Informasi Direktorat BBM BPH Migas Arie Yuwono Soepirman memastikan bahwa kebijakan BPH Migas sejalan dengan strategi yang akan dilakukan Pertamina, terutama dalam pengawasan, monitoring perencanaan, dan evaluasi permintaan dan penawaran yang memenuhi prinsip availability, accessibility, affordability, dan acceptability.
“BPH Migas membuat aturan main yang sehat dan transparan dalam melakukan fungsi pengawasan, juga berusaha menyelesaikan perselisihan yang terjadi dalam kegiatan usaha hilir migas,” katanya.
Founder and Chairman FACTS Global Energy (FGE) Fareidun Fesharaki menambahkan, kondisi pasar BBM di Asia yang tumbuh secara moderat dan akan diikuti oleh peningkatan konsumsi BBM di Indonesia tidak perlu dikhawatirkan. Hal ini karena ia optimistis Pertamina dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan tuntasnya proyek-proyek pengembangan infrastruktur kilang dan pembangunan kilang baru.
“Strategi yang dijalankan Pertamina sudah benar, apalagi mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Tahun 2025 nanti, Pertamina diproyeksikan dapat memenuhi kebutuhan tersebut dan Indonesia menjadi yang paling berpengaruh di kawasan Asia Tenggara,” katanya.